TAHAP – TAHAP PERKEMBANGAN ILMU ANTROPOLOGI DAN SOSIOLOGI

TAHAP – TAHAP PERKEMBANGAN
ILMU ANTROPOLOGI DAN SOSIOLOGI

  1. PROSES ASAL TERJADINYA ILMU SOSIOLOGI
Sosiologi merupakan sebuah istilah yang berasal dari kata latin socius yang artinya teman, dan logos dari kata Yunani yang berarti cerita, diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul “Cours De Philosophie Positive” karangan August Comte (1798-1857). Sosiologi muncul sejak ratusan, bahkan ribuan tahun yang lalu. Namun sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat baru lahir kemudian di Eropa. Sejak awal masehi hingga abad 19, Eropa dapat dikatakan menjadi pusat tumbuhnya peradaban dunia, para ilmuwan ketika itu mulai menyadari perlunya secara khusus mempelajari kondisi dan perubahan sosial. Dalam buku itu, Comte menyebutkan ada tiga tahap perkembangan intelektual, yang masing-masing merupakan perkembangan dari tahap sebelumya. Tiga tahapan itu adalah : 
1)     Tahap teologis; adalah tingkat pemikiran manusia bahwa semua benda di dunia mempunyai jiwa dan itu disebabkan oleh suatu kekuatan yang berada di atas manusia.
2)     Tahap metafisis; pada tahap ini manusia menganggap bahwa didalam setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang pada akhirnya akan dapat diungkapkan. Oleh karena adanya kepercayaan bahwa setiap cita-cita terkait pada suatu realitas tertentu dan tidak ada usaha untuk menemukan hukum-hukum alam yang seragam. 
3)     Tahap positif; adalah tahap dimana manusia mulai berpikir secara ilmiah. Comte kemudian membedakan antara sosiologi statis dan sosiologi dinamis. 
Seperti ilmu – ilmu lain, sosiologi awalnya menjadi bagian dari filsafat social. Ilmu ini membahas tentang masyarakat. Namun saat itu, pembahasan tentang masyarakat hanya berkisar pada hal – hal yang menarik perhatian umum saja, seperti perang, ketegangan atau konflik social, dan kekuasaan dalam kelas- kelas penguasa. Dalam perkembangan selanjutnya, pembahasan tentang masyarakatmeningkat pada cakupan yang lebih mendalam yakni menyangkut susunan kehidupan yang diharapkan dan norma – norma yang harus ditaati oleh seluruh anggota masyarakat.
*     Pada abad ke – 19, seorang filsuf Perancis bernama Auguste Comte (1798 – 1857) mengemukakan kekhawatirannya atas keadaan masyarakat Perancis setelah pecahnya Revolusi Perancis. Comte melihat selain perubahan positif, yaitu munculnya demokrasi, revolusi juga telah mendatangkan konflik antar kelas di dalam masyarakat. Konflik ini terjadi akibat masyarakat tidak mengetahui cara mengatasi perubahan atau hukum – hukum apa saja yang dapat digunakan untuk mengaturnya. Akibat terjadi anarkisme (tidak adanya aturan yang mengendalikan masyarakat) dalam masyarakat Perancis.
*     Atas dasar ini Comte menyarankan agar semua penelitian tentang masyarakat ditingkatkan lagi menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri dan penelitian tersebut harus berdasarkan pada metode – metode ilmiah. Saat itu, Comte membayangkan suatu penemuan hokum – hokum fisik yang dapat mengatur gejala – gejala social. Comte kemudian menamakan ilmu ini Sosisologi. Comte kemudian disebut sebagai bapak sosiologi.
*     Meskipun Comte menciptakan istilah sosiologi, akan tetapi Herbert Spencer mempopulerkan istilah tersebut melalui buku Principles of Sociology. Di dalam buku tersebut, Spencer mengembangkan system penelitian tentang masyarakat. Ia menerapkan teori evolusi organic pada masyarakat manusia dan mengembangkan teori besar tentang evolusi social yang diterima secara luas di masyarakat. Menurutnya, suatu organ akan lebih sempurna jika organ itu bertambah kompleks karena ada diferensiasi (proses pembedaan) di dalam bagian – bagiannya. Spencer melihat masyarakat sebagai sebuah system yang tersusun atas bagian – bagian yang saling bergantung sebagaimana pada organisme hidup. Evolusi dan perkembangan social pada dasarnya akan berarti, jika ada peningkatan diferensiasi dan integrasi, peningkatan pembagian kerja, dan suatu transisi dari homogen ke heterogen; dari yang sederhana ke yang kompleks. Setelah buku Spencer tersebut terbit, sosiologi kemudian berkembang dengan pesat ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.

2.     PROSES ASAL TERJADINYA ILMU ANTROPOLOGI
Disiplin antropologi adalah hasil dari pemikiran barat yang relative baru. Baru pada akhir abad 18, mereka menyadari keanekaragaman manusia atau perilaku manusia yang dianggap biadab itu justru membantu mereka memahami diri sendiri.
Tahap – tahap perkembangan disiplin ilmu antropologi dikemukakan oleh Koentjaraningrat. Koentjaraningrat membaginya ke dalam 4 tahap.
*    Tahap pertama ditandai dengan tulisan tangan bangsa Eropa yang melakukan penjelajahan di benua Afrika, Asia, dan Amerika pada akhir abad ke – 15. Tulisan itu merupakan deskripsi keadaan bangsa – bangsa yang mereka singgahi. Deskripsi yang dituliskan mencakup adat istiadat, suku, susunan masyarakat, bahasa, dan ciri – ciri fisik. Deskripsi tersebut sangat menarik bagi masyarakat Eropa karena berbeda dengan keadaan di Eropa pada umumnya. Bahan deskripsi itu disebut juga Etnografi (Etnos berarti bangsa).
*    Pada tahap ke dua mereka menginginkan tulisan – tulisan atau deskripsi yang tersebar itu dikumpulkan jadi satu dan diterbitkan. Isinya disusun berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat, yaitu masyarakat dan kebudayaan manusia berevolusi dengan sangat lambat, dari tingkat rendah sampai tingkat tertinggi. Dari sinilah bangsa – bangsa dunia digolongkan menurut tingkat evolusinya. Sekitar tahhun 1860, terbit karangan yang mengklasifikasikan berbagai kebudayaan dunia berdasarkan tingkat evolusinya. Saat itu lahirlah antropologi.
Dengan demikian pada tahap kedua ini, antropologi telah bersifat akademis. Pada tahap ini, antropologi mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitive untuk memperoleh pengertian mengenai tingkat – tingkat perkembangan dalam sejarah evolusi dan sejarah penyebaran kebudayaan manusia di dunia.
*    Pada tahap ke tiga, antropologi menjadi ilmu yang bersifat praktis. Pada tahap ini, antropologi mempelajari masyarakat jajahan demi kepentingan pemerintah colonial. Hal ini berlangsung sekitar pada awal abad ke – 20. Pada abad ini, antropologi semakin penting untuk mengukuhkan dominasi bangsa – bangsa Eropa Barat di daerah jajahannya. Dengan antropologi, bangsa Eropa mempelajari dan tahu bagaimana menghadapi masyarakat daerah jajahannya. Selain itu, bangsa – bangsa terjajah pada umumnya belum sekompleks bangsa Eropa Barat. Oleh karena itu, mempelajari bangsa – bangsa terjajah bagi bangsa Eropa dapat menambah pengertian mereka tentang masyarakat mereka sendiri (Bangsa Eropa Barat) yang kompleks.

*    Pada tahap ke empat, antropologi berkembang sangat luas, baik dalam akurasi bahan pengetahuannya maupun ketajaman metode – metode ilmiahnya. Hal ini berlangsung sekitar pertengahan abad ke – 20. Sasaran penelitian antropologi di masa ini bukan lagi suku bangsa primitive dan bangsa Eropa Barat, tapi beralih pada penduduk pedesaan, baik mengenai keanekaragaman fisik, masyarakat, maupun kebudayaannya termasuk suku bangsa di daeah pedesaan yang ada di Amerika dan Eropa Barat itu sendiri. Peralihan sasaran penelitian itu terutama disebabkan oleh munculnya ketidaksenangan terhadap penjajahan dan makin berkurangnya masyarakat yang dianggap primitive.

1. Fase Pertama (Sebelum 1800, Abad XV sd. XVI)
Kedatangan bangsa Eropa Barat ke Benua Afrika, Asia, dan Amerika selama 4 abad memulai terkumpulnya tulisan – tulisan para musafir, pelaut, pendeta, pengawai pemerintah jajahan dalam bentuk kisah perjalanan, laporan, dan sebagainya yang  berisi berbagai pengetahuan berupa deskripsi (etnografi) tentang adat-istiadat, susunan Asia, Oseania maupun suku bangsa Indian yang berbeda bagi bangsa Eropa Barat saat itu.Sehingga menimbulkan tiga macam sikap dan pandangan dari kalangan terpelajar di Eropa Barat.

 
2. Fase Kedua (Kira-kira Abad XIX)
Dengan timbulnya beberapa karangan sekitar tahun 1860, yang mengklasifikasikan bahan tentang beragam kebudayaantertentu, maka timbullah ilmu antropologi yang saat itu menjadi ilmu akademikal dengan tujuan: mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk mendapat suatu pengertian tentang tingkat-tingkat kuno dalam sejarah evolusi dan sejarah penyebaran kebudayaan manusia.

3. Fase Ketiga (Permulaan Abad XX)
Ilmu antropologi menjadi sangat penting untuk mempelajari bangsa-bangsa diluar Eropa, menjadi suatu ilmu yang praktisdengan tujuan: mempelajari masyarakat dan kebudayaan suku-suku bangsa diluar Eropa guna kepentingan pemerintah kolonial dan guna mendapat suatu pengertian tentang masyarakat yang kini kompleks.
 
4. Fase Keempat (Sesudah Kira-kira 1930)
Sekitar tahun 1930 (sesudah Perang Dunia II) hampir tidak adalagi bangsa-bangsa asli terpencil dari pengaruh kebudayaanEropa-Amerika. Ilmu antropologi seolah menghilang, tetapi warisan dari fase sebelumnya dikembangkan. Setelah tahun 1951, 60 orang ahli antropologi dari Amerika dan Eropamengadakan suatu simposium internasional untuk meninjaudan merumuskan pokok tujuan dan ruang lingkup ilmu antropologi yang baru. Tujuannya di fase ini dibagi menjadi dua:
Tujuan akademis, mencapai pengertian tentang makhluk manusia pada umumnya dengan mempelajari keragaman bentuk fisiknya, masyarakat, serta kebudayaannya.
Tujuan praktis, mempelajari manusia dalam keragaman masyarakat suku bangsa guna membangun masyarakat suku bangsa itu.




3.     PERBEDAAN ILMU ANTROPOLOGI DAN SOSIOLOGI
1. Antropologi
Antropologi adalah suatu studi yang mempelajari tentang kehidupan manusia baik dari segi fisik, sosial dan budayanya.  Sebagai salah satu cabang ilmu antropologi juga sebuah studi yang mempelajari tentang budaya yang ada pada kalangan masyarakat dalam suatu etnis tertentu. Tentunya antropologi lebih juga menitikberatkan pada personal dan penduduk yang merupakan masyarakat tunggal. tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama. Pada studi Antropologi juga berpusat pada kajian obyek studinya terhadap manusia. Berbeda dengan studi sosiologi yang memusatkan kajian obyek studinya terhadap masyarakat.
Metode penelitian pada studi Antropologi
1.      Deskriptif: memberi pelukisan/gambaran tentang kehidupan manusia dari berbagai tempat dan waktu
2.      Holistik: mengkaji kehidupan manusia dari sudut tinjauan yang jamak dan memetakannya ke dalam suatu gambaran yang total dan menyeluruh.
3.      Komparatif: membandingkan kesamaan dan perbedaan ciri-ciri fisik dan budaya manusia. ada dua cara yakni secara diakronik (memperbandingkan lintas waktu) dan sinkronik (memperbandingkan lintas tempat)
4.      Kualitatif: yang dapat menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara Observasi dan Wawancara.
2. Sosiologi
Sosiologi adalah pengetahuan atau ilmu tentang sifat masyarakat, perilaku masyarakat, dan perkembangan masyarakat. Sosiologi merupakan cabang Ilmu Sosial yang mempelajari masyarakat dan pengaruhnya terhadap kehidupan manusia dan studi sosiologi ini lebih menitik beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya. Dalam hal ini sosiologi juga banyak mempelajari mengenai interaksi sosial yang terjadi dalam suatu masyarakat. Kajian obyek studi dari Sosiologi adalah masyarakat berbeda dengan Antropologi yang kajian obyek studinya pada manusia. Di bawah ini merupakan ruang lingkup yang dikaji oleh Studi Sosiologi
Pada  metodologi yang digunakan Sosiologi juga berbeda dengan metodologi studi Antropologi. Kami juga akan menjelaskan mengenai metodologi Studi pada Sosiologi yakni dengan menggunakan metode Kuantitatif dan Kualitatif.
Mengenai metode Kuantitatif dapat diartikan bahwa dalam metodologi menggunakan data/ informasi berupa angka-angka, sehingga gejala yang diteliti dapat diukur dengan menggunakan skala, indeks, tabel-tabel dan formula formula yang menggunakan ilmu pasti atau matematika.à BAHASA: HIPOTESIS, VARIABEL DAN PENGUKURAN.
Pada metode kualitatif yakni Mengutamakan data/informasi yang sulit dapat diukur dengan angka angka atau ukuran yang bersifat eksak. Misalnya data yang berkenaan dengan wacana , makna dan  konstruksi  sosial  yang perlu pemahaman (verstehen) à BAHASA: KASUS DAN KONTEKS.
  1. HUBUNGAN ANTROPOLOGI & SOSIOLOGI
Sosiologi membantu ilmu antropologi dalam mempelajari susunan kemasyarakatan, latar belakang, serta kebudayaan manusia dan pola kehidupan manusia. Sehingga dengan adanya sosiologi dapat mempermudah sarjana dalam mengkaji ilmu antropologi.
Hubungan Sosiologi dengan Ilmu Antropologi
Objek kajian sosiologi adalah masyarakat. Masyarakat selalu berkebudayaan. Masyarakat dan kebudayaan tidak sama, tetapi berhubungan sangat erat. Masyarakat menjadi kajian pokok sosiologi dan kebudayaan menjadi kajian pokok antropologi.

Jika diibaratkan sosiologi merupakan tanah untuk tumbuhnya kebudayaan. Kebudayaan selalu bercorak sesuai dengan masyarakat. Masyarakat berhubungan dengan susunan serta proses hubungan antara manusia dan golongan.

Adapun kebudayaan berhubungan dengan isi/corak dari hubungan antara manusia dan golongan. Oleh karena itu baik masyarakat atau kebudayaan sangat penting bagi sosiologi
dan antropologi. Hanya saja, penekanan keduanya berbeda.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGELOLAAN LABORATORIUM - MENGITUNG KEBUTUHAN UKURAN RUANG LABORATORIUM

Kurikulum Sebagai Sistem

ANTROPOLOGI KULINER