Perahu Ke Masa Lalu

Hai ..
Pernah gak ngerasa pengen banget balik ke masa lalu? Dimana masalah terbesar dlam hidup hanya sebatas PR matematika dan bahasa inggris.
Ya, sekarang aku menginginkannya. Dimana ada banyak waktu yg bisa aku habiskan hanya untuk bermain-main. Dimana ada banyak mimpi yg bebas aku lukis dilangit kamar tiap menjelang tidur.
Mimpi yang tiada batas, mimpi yang kadang tak mengenal logika, mimpi yang aku gantungkan setinggi langit kamar, yang aku pikir, saat aku bertambah tinggi, aku dapat menggapainya.
Tidak ada cinta, tidak ada problema, tidak ada dilema, tidak ada duka.

Masa kecilku bisa terbilang bahagia.. walaupun tidak banyak yang bisa aku dapatkan dengan merengek pada orang tua. Secara materi, bisa dibilang aku tak punya. Sejak kecil orang tuaku tidak membiasakanku hidup manja, yang apa-apa tinggal minta orangtua, yang setiap ada kemauan harus selalu dipenuhi.
Mereka mengajarkanku hidup mandiri. Aku berjualan ke sekolah, dan hasilnya aku tabung untuk membeli keinginanku, atau sekedar menambah uang jajan. Aku dibiasakan tidak pernah memegang uang banyak, tidak dibiasakan boros. Aku tidak dibiasakan dibawa ke tempat-tempat mewah atau tempat makan yg mahal
Aku tidak dibiasakan memakai baju yang berlebihan, atau perhiasan mencolok. Aku tidak dibolehkan memilih-milih dalam hal makanan. Di sekolah, walaupun kedua orang tuaku seorang guru, aku tidak dibiasakan memperlihatkan bahwa aku adalah anak seorang guru, walau aku akui yg ini sulit.
Tapi sekarang?
Ada banyak sekali yg membuatku melupakan apa yang ditanamkan kedua orangtuaku.
Ada banyak sekali yg lebih berpengaruh pada kebiasaan hidupku. Kemajuan teknologi, pergaulan, budaya tempat tinggal, pendidikan, media masa, dan acara2 televisi jaman sekarang mengikis nilai nilai luhur yang orangtuaku tanamkan kepadaku.
Aku mulai kehilangan kontrol, aku kehilangan pegangan.
Aku merasa aku hanya sekedar hidup, hanya sekedar berjalan, hanya sekedar bernafas.
Aku kehilangan arah,
Tak tau apa yang sebenarnya aku tuju
Bahkan tak tau apa yang sebenarnya aku inginkan.
Aku merasa tidak menjadi siapa-siapa dan bukan apa-apa.
Aku merasa hidup sia-sia.
Aku kuliah, mengejar nilai yang tinggi, tapi sebenarnya apakah itu tujuanku ?
Aku belajar, agar aku menjadi orang yang pintar, tapi apa itu tujuanku belajar ?
Aku bergaul, membangun relasi disana-sini, benarkah ? Aku hanya mencari kesenangan dan menepis sepi.
Aku selalu bermimpi, aku bisa melakukan banyak hal.
Aktif disana sini, memberikan manfaat bagi banyak orang,
Nyatanya tak semudah yang dibayangkan.
Nyatanya memegang amanah untuk kuliah SAJA tidak gampang.
Hidup itu terlalu simple jika hanya dipikirkan,
Padahal lebih kompleks ketika dijalani.

Oiya... Mungkin selama ini orang mengenalku sebagai gadis yang spontan, berpikir pendek, ceroboh, bahkan cenderung melakukan sesuatu tanpa pertimbangan, bukan pemecah masalah yang baik, simple, aneh. Tapi dibalik itu, aku orang yang rumit.
Sampai-sampai aku sendiri tidak memahami diriku seutuhnya.
Kadang aku bisa sangat ceria, lucu, bawel, banyak bicara, atraktif,
Kadang aku bisa sangat pendiam
Menghindari keramaian
Merasa sendiri ditengah keramaian
Aku bisa berjam-jam menutup rapat mulutku. Hanya diam. Dengan sejuta pikiran berkecamuk dalam Otakku. Ya, aku pemikir keras, penuh pertimbangan sampai2 aku mengabaikan banyak hal saat aku terlarut dalam pikiran panjangku.
Aku lambat dalam memutuskan sesuatu.
Aku sering salah menempatkan masalah.
Aku bukan orang yang pandai berkomunikasi dengan baik
aku selalu ragu dengan diriku sendiri
aku selalu merasa takut dengan pendapatku
aku selalu merasa salah,
karena satu hal.
Ayahku tidak pernah membenarkan pendapatku.
Tidak ada yang sempurna di dunia ini.
Dibalik semua nilai2 hidup yang ditanamkan ayahku, ada satu yang membuatku merasa saat ini aku tidak bisa apa-apa.
Ayahku tidak pernah mau kalah berdebat denganku. Aku selalu salah dimatanya.
Dia tidak mau disalahkan
Dia terlalu pintar untuk ditentang
Dan aku terlalu takut dan bodoh untuk meyalahkannya.
Dia selalu merasa dirinya paling benar, paling pintar. Sehingga semua keputusannya terkesan mutlak.
Dari situ, aku tidak punya keberanian untuk  menentang apapun, padahal sebenarnya ada berbagai hal yang harus aku pertanyakan, Dan pada akhirnya itu hanya berujung buntu mengendap dalam pikiranku. Ya, hanya unek-unek semata.
Aku bukan orang yang patuh pada peraturan.
Aku selalu mempertanyakan kenapa harus ada aturan itu ? Aku hanya akan mematuhi aturan yang keberadaannya bisa dijelaskan dan bisa aku terima alasannya.
Aku juga tidak suka hal yang bertele-tele.
Aku bukan pemakai logika yang baik,
Kadang aku hanya mengandalkan perasaan.
Makanya aku tidak suka matematika dan kerabatnya.
Aku bukan orang yang senang berkumpul dengan teman-teman dan banyak bercerita walaupun kadang aku melakukannya. Hanya sekedar membangun pertemanan yang sehat dan membangun perasaan yang kuat aku pikir tidak ada salahnya, walaupun aku tidak menyukainya.
Aku lebih sering sendiri
aku lebih menikmati keadaanku dalam diam
Dalam keluargaku, anggap saja aku adalah orang yang paling gentar mencari perhatian.
Aku adalah org yang senang bercerita dan berbagi pengalamanku di keluarga. Aku senang tertawa sampai terbahak-bahak, aku senang membuat keluargaku juga tertawa, aku senang menghidupkan suasana keluargaku ketika dingin.
Aku memulai jokes, atau bernyanyi, membahas gosip, menggoda adek2ku, mencari hiburan, memulai permainan. UNO, catur, krambol, main kartu. Aku aktif menghidupkan suasana rumah.
Tapi aku tak ingat sejak kapan aku kehilangan selera terhadap sesuatu yang berhubungan dengan hal-hal itu.
Bahkan disaat2 sulit, disaat mungkin org2 rumah butuh sesuatu utk sekedar membuat seulas sunggingan di ujung bibir, aku tak mampu lagi.
Aku lebih memilih diam.

Dan sekarang, aku menyadari betapa aku bingung akan diriku sendiri.
Semua masalah datang bertubi-tubi, memuakkan. Melelahkan.
Aku merasa perlu untuk menata kembali hidupku
dari awal.
Aku perlu menegaskan siapa dan apa aku ini.
Aku perlu meluruskan pandangan yang salah tentang aku.
Aku juga perlu memperbaiki banyak hal.
Tapi darimana harus memulai ?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGELOLAAN LABORATORIUM - MENGITUNG KEBUTUHAN UKURAN RUANG LABORATORIUM

Kurikulum Sebagai Sistem

ANTROPOLOGI KULINER