DINAMIKA DALAM MASYARAKAT
DINAMIKA DALAM
MASYARAKAT
A.
DIFUSI
Difusi
adalah suatu proses menyebarnya unsur-unsur kebudayaan dari satu kelompok ke
kelompok lainnya atau dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, difusi dinyatakan sebagai proses penyebaran atau
perembesan suatu unsur kebudayaan dari satu pihak kepada pihak lain. W.A.
Haviland menyatakan bahwa difusi adalah penyebaran kebiasaan atau adat istiadat
dari kebudayaan satu kepada kebudayaan lain. Proses difusi berlangsung
menggunakan teknik meniru atau imitasi. Meniru lebih mudah daripada menciptakan
sendiri, terutama tentang hal-hal yang baru. Beberapa contoh proses terjadinya
difusi, di antaranya sebagai berikut.
1.
Unsur-unsur budaya timur dan barat
yang masuk ke Indonesia dilakukan dengan teknik meniru. Misalnya, penyebaran
agama Islam melalui media perdagangan, berikut cara berdagang yang jujur, dan
model pakaian yang digunakan, lambat laun ditiru oleh masyarakat.
2.
Cara berpakaian para pejabat
kolonial Belanda ditiru oleh penguasa pribumi.
3.
Cara orang Minangkabau membuka
warung nasi dan cara orang Jawa membuka warung tegal.
4.
Cara makan yang dilakukan orang
Eropa dengan menggunakan sendok ditiru oleh orang Indonesia.
Adapun jenis difusi yang dilakukan,
antara lain sebagai berikut.
1)
Penyebaran intra masyarakat, dipengaruhi
oleh beberapa faktor (Soekanto, 1999):
·
Adanya pengakuan bahwa suatu unsur
baru mempunyai kegunaan. Ada tidaknya unsur–unsur kebudayaan yang
memengaruhi diterima atau ditolaknya unsur baru tersebut.
·
Unsur baru yang berlawanan dengan
fungsi unsur lama, kemungkinan tidak akan diterima.
·
Kedudukan dan peran sosial individu
yang menemukan sesuatu yang baru itu akan mempengaruhi apakah hasil penemuannya
itu dengan mudah dapat diterima atau tidak.
2)
Penyebaran antar masyarakat,
dipengaruhi antara lain:
·
Terjadinya kontak antara satu
masyarakat dengan masyarakat lainnya.
·
Kemampuan dalam mendemonstrasikan
manfaat dari unsur yang baru tersebut.
·
Adanya pengakuan atas penemuan baru
tersebut.
·
Ada tidaknya unsur-unsur kebudayaan
yang menyaingi unsur-unsur penemuan baru tersebut.
·
Peranan masyarakat yang menyebarkan
penemuan baru di dunia ini.
·
Paksaan dapat juga dipergunakan
untuk menerima suatu penemuan baru.
Bentuk penyebaran yang mendapat
perhatian dari para antropolog, di antaranya sebagai berikut.
- Symbiotic
adalah pertemuan antarindividu dari satu
masyarakat dan individu-individu dari masyarakat lainnya tanpa mengubah
kebudayaan masing-masing. Contohnya proses barter yang terjadi antara
orang suku pedalaman Kongo dan orang suku pedalaman Togo di Afrika.
- Penetration
pasifique adalah masuknya kebudayaan asing
dengan cara damai dan tidak disengaja dan tanpa paksaan. Misalnya,
masuknya para pedagang dari Gujarat, Persia dan Arab yang berniat
berdagang, tetapi tanpa disadari menyebarkan agama Islam.
- Penetration
violente adalah masuknya kebudayaan asing dengan cara
paksa. Misalnya, kewajiban melakukan seikirei pada masa penjajahan Jepang
di Asia.
Proses
difusi terbagi dua macam, yaitu:
a) Difusi
langsung, jika unsur-unsur kebudayaan tersebut langsung menyebar dari suatu
lingkup kebudayaan pemberi ke lingkup kebudayaan penerima.
b) Difusi tak
langsung terjadi apabila unsur-unsur dari kebudayaan pemberi singgah dan
berkembang dulu di suatu tempat untuk kemudian baru masuk ke lingkup kebudayaan
penerima.
Difusi tak
langsung dapat juga menimbulkan suatu bentuk difusi berangkai, jika unsur-unsur
kebudayaan yang telah diterima oleh suatu lingkup kebudayaan kemudian menyebar
lagi pada lingkup-lingkup kebudayaan lainnya secara berkesinambungan.
Contoh-contoh difusi
Contoh difusi yang terjadi dalam
masyarakat Indonesia adalah berbagai kata yang ada dalam Bahasa Indonesia.
Tanpa kita sadari, Bahasa Indonesia sendiri merupakan contoh hasil dari proses
difusi yang terjadi dalam masyarakat. Berbagai kata dalam Bahasa Indonesia
merupakan hasil serapan dari bahasa asing dan bahasa-bahasa daerah, seperti
Bahasa Jawa, Sunda, dan lain-lain.
Berbagai kontak budaya yang terjadi
dalam masyarakat, menyebabkan terjadinya difusi dalam struktur Bahasa
Indonesia. Proses difusi yang menyebabkan munculnya kosakata baru dalam Bahasa
Indonesia terbagi dalam 2 proses, yaitu :
·
Difusi ekstern yaitu penyerapan
kosakata asing oleh Bahasa Indonesia yang mengubah Bahasa Indonesia ke arah
yang lebih modern. Dampak dari difusi ekstern ini terlihat dari kreativitas
orang-orang Indonesia, yang memadukan berbagai unsur bahasa asing sehingga
menjelma menjadi 7 bentuk kata-kata baru, seperti : gerilyawan, ilmuwan,
sejarawan, Pancasilais, agamis, dan lain-lain.
·
Difusi intern yaitu timbulnya
hubungan timbal balik antara bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa (seperti
masuknya kata lugas, busana, pangan dll) atau dengan bahasa Sunda (kata-kata
nyeri, pakan, tahap, langka) mengenai penyerapan kosakata.
B.
AKULTURASI
Pencampuran
kebudayaan merupakan pedoman kata dari istilah bahasa Inggris Akulturasi
(acculturation atau culture contact) adalah proses sosial yang timbul bila
suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur
dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur
kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan
sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Secara
singkat, akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan atau lebih sehingga
membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli.
Proses
percampuran berlangsung dalam jangka waktu yang relatif lama. Hal disebabkan
adanya unsur-unsur kebudayaan asing yang diserap atau diterima secara selektif
dan ada unsur-unsur yang tidak diterima sehingga proses perubahan kebudayaan
melalui mekanisme percampuran masih memperlihatkan adanya unsur-unsur
kepribadian yang asli.
Mekanisme percampuran dapat digambarkan sebagai
berikut.
1.
Unsur Budaya Asing yang Mudah
Diterima
a)
Unsur-unsur kebudayaan yang konkret
wujudnya, seperti benda-benda keperluan rumah tangga dan alat-alat pertanian
yang praktis dipakai.
b)
Unsur-unsur kebudayaan yang besar
sekali gunanya bagi si pemakai. Contohnya kendaraan bermotor, seperti sepeda
motor dan truk pengangkut.
c)
Unsur-unsur kebudayaan yang mudah
disesuaikan dengan masyarakat penerima. Contohnya, penerangan listrik
menggantikan penerangan tradisional dan telepon seluler menggantikan telepon
rumah.
2.
Unsur Budaya Asing yang Sulit Diterima
a)
Unsur-unsur kebudayaan yang wujudnya
abstrak, misalnya paham atau ideologi negara asing.
b)
Unsur-unsur kebudayaan yang kecil
sekali gunanya bagi si pemakai, contohnya cara meminum teh.
c)
Unsur-unsur kebudayaan yang sukar
disesuaikan dengan keadaan masyarakat penerima, contohnya traktor pembajak
sawah yang sukar menggantikan fungsi bajak yang ditarik kerbau pada lahan
pertanian tertentu.
3.
Unsur Budaya yang Sukar Diganti
a)
Unsur yang memiliki fungsi luas
dalam masyarakat. Misalnya, sistem kekerabatan yang masih berfungsi luas dalam
masyarakat Batak.
b)
Unsur-unsur yang ditanamkan pada
individu sejak kecil dalam proses pembudayaan ataupun pemasyarakatan. Misalnya,
kebiasaan makan masyarakat Indonesia yang memakan nasi akan sulit diganti
dengan roti sebagai makanan pokok.
4.
Individu yang Cepat dan Sukar
Menerima Kebudayaan Asing
Dipandang dari sudut umur, individu-individu yang
berumur relatif muda umumnya lebih mudah menerima unsur-unsur dari luar dibandingkan
individu-individu yang berusia lanjut. Selain itu, individu-individu yang sudah
menerima kebaikan dari masyarakatnya akan sulit menerima unsur-unsur asing.
5.
Beberapa Bentuk Percampuran
Menurut para antropolog, percampuran terjadi dalam
berbagai bentuk sebagai berikut.
a. Substitusi
Unsur budaya
lama diganti dengan unsur budaya baru yang memberikan nilai lebih bagi para
penggunanya. Contohnya, para petani mengganti alat pembajak sawah oleh mesin
pembajak seperti traktor.
b. Sinkretisme
Unsur-unsur budaya lama yang berfungsi padu dengan
unsur-unsur budaya yang baru sehingga membentuk sistem baru. Perpaduan ini
sering terjadi dalam sistem keagamaan, contohnya agama Trantayana di zaman
Singosari yang merupakan perpaduan antara agama Buddha dan Hindu. Demikian juga
pada tradisi keagamaan orang Jawa yang masih memperlihatkan perpaduan antara
agama Hindu dan Islam.
c. Penambahan
(Addition)
Unsur budaya
lama yang masih berfungsi ditambah unsur baru sehingga memberikan nilai lebih.
Contohnya, di Kota Yogyakarta, penggunaan kendaraan bermotor melengkapi sarana
transportasi tradisional, seperti becak dan andong.
d. Penggantian
(Deculturation)
Unsur budaya
lama hilang karena diganti oleh unsur baru. Contohnya, delman atau andong
diganti oleh angkot atau angkutan bermotor.
e. Originasi
Masuknya
unsur budaya baru yang sebelumnya tidak dikenal menimbulkan perubahan besar
dalam kehidupan masyarakatnya. Contohnya, proyek listrik masuk desa menimbulkan
perubahan besar dalam ke hidupan masyarakat desa. Energi listrik tidak hanya
meng gantikan lampu teplok dengan lampu listrik, tetapi juga mengubah perilaku
masyarakat desa akibat masuknya berbagai media elektronik, seperti televisi,
radio, dan film.
f. Penolakan
(Rejection)
Akibat
adanya proses perubahan sosial budaya yang begitu cepat menimbulkan dampak
negatif berupa penolakan dari sebagian anggota masyarakat yang tidak siap dan
tidak setuju terhadap proses percampuran tersebut. Salah satu contoh, masih ada
sebagian orang yang menolak berobat ke dokter dan lebih percaya ke dukun.
Contoh akulturasi Indonesia- Hindu/buddha adalah
masuknya epos ramayana atau mahabarata dalam cerita wayang. Contoh lain adalah
adanya beberapa arsitektur candi dalam bangunan keagamaan di Indonesia. Contoh
akulturasi Indonesia-Islam adalah mesuknya sastra dan kesustraan Arab dalam
kesustraan Indonesia. Contoh lain adalah masuknya unsur arsitektur masjid dari
Timur Tengah yang melengkapi bangunan keagamaan di Indonesia
C.
ASIMILASI
Pembauran merupakan padanan kata dari istilah
asimilation; merupakan proses perubahan kebudayaan secara total akibat
membaurnya dua kebudayaan atau lebih sehingga ciri-ciri kebudayaan yang asli
atau lama tidak tampak lagi. Menurut Koentjaraningrat, pembauran adalah suatu
proses sosial yang terjadi pada berbagai golongan manusia dengan latar
kebudayaan yang berbeda. Setelah mereka bergaul dengan intensif, sifat khas
dari unsur-unsur kebudayaan masing-masing berubah menjadi unsur kebudayaan
campuran.
Asimilasi dapat terbentuk apabila
terdapat tiga persyaratan berikut:
·
Terdapat sejumlah kelompok yang
memiliki kebudayaan berbeda
·
Terjadi pergaulan antarindividu atau
kelompok secara intensif dan dalam waktu yang relatif lama
·
Kebudayaan masing-masing kelompok
tersebut saling berubah dan menyesuaikan diri
Proses pembauran baru dapat berlangsung jika ada per
syaratan tertentu yang mendukung berlangsungnya proses tersebut. Harsojo
menyatakan bahwa dalam pembauran di pengaruhi oleh beberapa faktor, di
antaranya sebagai berikut.
1. Faktor
Pendorong Asimilasi
a.
Toleransi adalah saling menghargai
dan membiarkan perbedaan di antara setiap pendukung kebudayaan yang saling
meleng kapi sehingga mereka akan saling membutuhkan.
b.
Simpati adalah kontak yang dilakukan dengan
masyarakat lainnya didasari oleh rasa saling menghargai dan menghormati.
Misalnya dengan saling menghargai orang asing dan kebudayaan nya serta saling
mengakui kelemahan dan kelebihannya akan mendekatkan masyarakat yang menjadi
pendukung kebudayaan-kebudayaan tersebut.
c.
Adanya sikap terbuka dari golongan
yang berkuasa di dalam masyarakat. Misalnya dapat diwujudkan dalam kesempatan
untuk menjalani pendidikan yang sama bagi golongan-golongan minoritas,
pemeliharaan kesehatan, atau penggunaan tempattempat rekreasi.
d.
Adanya perkawinan campuran (amalgamasi).
Perkawinan campuran dapat terjadi di antara dua kebudayaan yang berbeda, baik
dari asal suku bangsa maupun tingkat sosial ekonomi.
e.
Adanya persamaan unsur-unsur kebudayaan yang
terdapat dalam setiap kebudayaan menyebabkan masyarakat pendukungnya merasa
lebih dekat satu dengan yang lainnya.
2.
Faktor Penghambat Asimilasi
a.
Fanatisme dan prasangka, melahirkan
sikap takut terhadap kebudayaan lain yang umumnya terjadi di antara masyarakat
yang merasa rendah (inferior) dalam menghadapi kebudayaan luar yang lebih
tinggi (superior). Contohnya, suku-suku bangsa terasing seperti orang Kubu di
Sumatra, orang Baduy di Jawa Barat, dan suku-suku terasing di Irian/Papua.
Prasangka yang timbul itu membuat mereka menutup diri terhadap masuknya budaya
baru.
b.
Kurangnya pengetahuan kebudayaan
yang menyebabkan sikap toleransi dan simpati yang kurang berkembang antara suku
bangsa.
c.
Perasaan superioritas yang besar
pada individu-individu dari satu kebudayaan terhadap kebudayaan masyarakat
lain. Contohnya, antara masyarakat kolonial dan masyarakat pribumi sehingga
integrasi yang terjalin antara yang menjajah dan yang dijajah tidak berkembang.
d.
Terisolasinya kehidupan suatu
golongan tertentu dalam masyarakat yang akan berakibat pada tidak adanya
kebebasan untuk bergaul dengan masyarakat luar. Sebaliknya, orang luar kurang memahami
kebudayaan masyarakat tersebut sehingga menimbulkan prasangka yang dapat
menghalangi berlangsungnya proses pembauran.
e.
Adanya in-group yang kuat. In-group
feeling, artinya suatu perasaan yang kuat sekali bahwa individu terikat pada
kelompok dan kebudayaan kelompok yang bersangkutan. Misalnya, golongan
minoritas Arab dan Tionghoa di Indonesia yang memperlihatkan
perbedaan-perbedaan yang tajam dengan orang Indonesia asli. Pelaksanaan
pergantian nama orang Tionghoa dengan nama Indonesia tidak banyak membawa hasil
untuk mengintegrasikan mereka ke dalam masyarakat Indonesia jika in-group
feeling tidak diatasi lebih dulu.
f.
Gegar
Budaya
Gegar budaya merupakan padanan kata
dari istilah dalam bahasa Inggris culture shock. Gegar budaya, yaitu adanya ketidaksiapan
menerima budaya yang baru pada kehidupan. Ada sebuah paradigma yang berkembang
bahwa segala yang datang dari Barat itu unggul dan lebih baik, padahal belum
tentu. Bisa saja yang datang dari Barat itu mengandung nilai-nilai yang tidak
sesuai dengan budaya Timur. Nilai-nilai tersebut antara lain sebagai berikut.
·
Sifat individualisme adalah sifat
mementingkan diri sendiri. Hal ini sangat bertentangan dengan budaya Indonesia
yang lebih mengutamakan kebersamaan. Sifat individualisme mengingkari kodrat
manusia sebagai makhluk sosial.
·
Hedonisme adalah gemar hura-hura.
Kehidupan hanya digambarkan sebagai kesenangan belaka dan tidak ada kerja
keras.
·
Sekularisme adalah sikap yang
memisahkan antara agama dan urusan dunia. Agama hanya dipandang sebagai proses
ritual yang kadang-kadang bertentangan dengan kesenangan dunia.
·
Konsumerisme adalah sifat
menghambur-hamburkan uang untuk sesuatu yang tidak perlu. Barang lebih
ditentukan oleh gayanya bukan fungsinya.
Contoh asimilasi budaya di Indonesia terjadi pada
masyarakat Batak dan Tionghoa di Sumatra Utara. Menurut Bruner, para pedagang
Tionghoa yang tinggal di daerah Tapanuli sadar bahwa mereka merupakan pendatang
sehingga mereka berusaha belajar bahasa Batak dan menyesuaikan diri dengan adat
istiadat setempat karena dianggap menguntungkan bagi usaha perdagangan mereka.
Sebaliknya, anggota masyarakat Batak Toba yang tinggal di Medan berusaha
menyesuaikan diri dengan kebudayaan masyarakat setempat yang didominasi etnik
Tionghoa. Selanjutnya, ia akan belajar bahasa Cina karena pengetahuan tersebut
dianggap berguna dalam melakukan transaksi perdagangan dengan warga keturunan
Tionghoa.
Komentar
Posting Komentar